Halloooo~
Kali ini saya akan membahas tentang short trip saya ke kampung halaman orangtua saya, yaitu di Yogyakarta. Buat saya, perjalanan ke Yogya bukan sebuah hal baru. Hampir setiap tahun, saya dan keluarga besar saya selalu merencanakan untuk berlibur bersama di kota pelajar ini. Meskipun sudah berkali-kali mengunjungi kota ini, tak pernah terlintas sedikitpun rasa bosan setiap kali mengunjungi kota yang selalu dirindukan ini.
Tahun ini saya kembali mengunjungi Yogyakarta, setelah terakhir kali menunjungi kota ini yaitu sekitar tiga tahun yang lalu:
![]() |
we visited Pindul Cave |
![]() |
My big family after trying the cave tubing at Pindul's cave |
![]() |
Sawah di rumah nenek |
Tahun ini sempat kembali ke Jogja karena dalam rangka acara keluarga jadi gak bisa berlama-lama, cukup hanya tiga hari dua malam saja. Tapi, biarpun singkat, kita gak boleh melewatkan yang namanya jalan-jalan!
Saya berangkat dari Stasiun Senen sekitar pukul sebelas malam, dengan kereta Progo dan tiba di stasiun Lempuyangan sekitar pukul tujuh pagi. Tak mau melewatkan waktu sedikitpun, setelah menitipkan barang bawaan sama om saya yang kebetulan menjemput ke stasiun Lempuyangan, saya, mama dan beberapa kerabat saya lainnya, memutuskan untuk mengunjungi Malioboro tepat setelah turun dari kereta (Maklum aja, insting wanita ya gak jauh-jauh dari belanja haha!). Kami berjalan kaki bersama menikmati udara pagi kota Jogja yang belum terlalu ramai kendaraan. Butuh waktu sekitar 15 menit jalan kaki dari stasiun Lempuyangan menuju Malioboro.
![]() |
Malioboro street |
Suasana pagi di Malioboro masih sangat sepi. Cuma ada satu atau dua kendaraan aja yang melintas. Belum banyak juga penjual yang berjualan di sepanjang jalan yang terkenal di kota Jogja ini. Hanya ada para penjual makanan tradisional aja yang terlihat di sepanjang jalan. Karena memang, waktu terbaik untuk mengunjungi Malioboro adalah sore hingga malam hari. Jadilah akhirnya, kita menikmati sarapan tradisional ala kota Jogja di pinggir jalan, sebelum mulai 'berburu' LOL!
Saya pribadi bukan tipe orang yang hobi belanja. Hanya ada satu barang yang selalu saya beli setiap kali berkunjung ke kota Jogja, yaitu t-shirt dagadu atau Joker dengan berbagai macam tulisan satir dan lucu dengan harga yang berkisar antara 30-35 ribu rupiah saja. Karena saat itu, saya beli pagi hari dimana beberapa toko baru saja membuka usahanya, maka saya yang sempat membeli tiga buah kaos dapet potongan harga, karena dijadikan penglaris oleh si penjual kaos haha!
Di sekitaran Malioboro ini, ada salah satu toko batik terkenal yaitu Batik Mirota dimana batik-batik asli tradisional Jogja di jual di sini. Saya sih gak beli, tapi cuma nemenin mama dan bude-bude saya belanja di sini. Tapi sembari menunggu, ternyata di dalem toko batik ini pun lumayan banyak yang bisa dilihat meskiupun kita gak belanja. Di dalam gerai batik itu, ada beberapa benda tradisional yang memang dipajang untuk menarik pembeli. Seperti replika kereta kencana Sultan Hamengkubuwono, benda-benda yang biasa digunakan oleh para abdi dalem serta Sultan-sultan terdahulu, berikut juga lukisan para Sultan dari Sultan Hamengkubuwono pertama hingga saat ini. Karena kabarnya, memang toko ini punya hubungan cukup dekat dengan keluarga kesultanan.
Selain benda-benda bersejarah tadi, kita juga bisa meliha teknik membatik langsung dari ibu pembatik yang memang membatik tepat di dalam toko. Beliau menunjukkan bagaimana cara membatik secara langsung. Di sekitarnya, juga terdapat beberapa peralatan membatik yang memang dijual untuk umum.
Setelah puas belanja sampai siang hari (The power of Ibu-Ibu), kita akhirnya segera ke rumah nenek saya yang berlokasi di desa Karangmojo, Wonosari, Gunung Kidul untuk beristirahat.
Di hari kedua, pagi hari saya dan keluarga saya mengunjungi pasar Pahing yang letaknya gak jauh dari rumah nenek saya. Hanya memakan waktu sekitar lima menit dengan kendaraan dan sepuluh menit jalan kaki. Pasar yang hanya dibuka setiap tanggalan Pahing di Jogja ini adalah pasar tradisional yang menjual segala kebutuhan rumah tangga dengan harga yang amat sangat murah. Saya menunggu mama dan bude-bude saya belanja (lagi) demi keperluan acara. Sembari menunggu, saya menikmati sarapan pagi nasi kucing, tempe mendoan dan goreng-gorengan, serta teh panas dengan gula batu yang mantep banget semua bisa di dapat dengan budget kurang dari sepuluh ribu rupiah. Murah dan lumayan bikin kenyang. Banyak juga sembako dan peralatan dapur yang dijual dengan harga dibawah dua puluh ribu. Makanya jangan heran jika melihat ibu-ibu kalap belanja di area pasar Pahing ini. Even though, it is very traditional, but it is something that you can't find in the big cities like Jakarta.
Setelah selesai mengurusi segala keperluan acara nyeribu hari meninggalnya nenek buyut saya yang pergi sekitar tiga tahun yang lalu di usia yang (kira-kira) sekitar 100 tahun lebih sedikit. Yes, she's one of the oldest women in the village. Siang harinya, ada waktu senggang. Saya dan sepupu-sepupu saya akhirnya memaksa om saya untuk mengantarkan kita berkunjung ke pantai-pantai baru yang ada di sekitaran Gunung Kidul. Saya sudah mengunjungi beberapa pantai-pantai di sana yaitu pantai Baron dan Indriyanti. Saat liburan, pantai-pantai ini bakalan penuh sama anak-anak muda Jogja yang berlibur karena pantai ini cukup terkenal. Cuma ada kalanya, ombak di pantai ini cukup besar sehingga gak memungkinkan buat para pengunjung untuk berenang. Yang paling terkenal dari pantai Baron, adalah Seafoodnya yang emang endess banget!
![]() |
Baron Beach |
![]() |
Famz at Indryati Beach |
Seperti tradisi sebelum-sebelumnya, tahun ini kita pun kembali menyambangi pantai di Gunung Kidul. Setelah browsing sana-sini mencari pantai baru, akhirnya kita nemu satu pantai yang lagi ngehits banget, yaitu, Pantai Wediombo. Begitu memasuki pantai ini, saya merasa sedikit deja vu karena ternyata view pantai ini mengingatkan saya akan view Pantai Kok di Langkawi Malaysia. (Here's my travel blog about my trip to Langkawi: Langkawi's Trip). Menurut saya sih, agak sedikit mirip LOL.
![]() |
Wediombo Beach at Jogjakarta |
![]() |
Kok Beach at Langkawi, Malaysia |
Pantai Wediombo terletak di Desa Jepitu kecamatan Girisubo, kabupaten Gunungkidul, DIY. Untuk ke sana, jika kalian dari Jogja sih sebaiknya naik kendaraan pribadi (atau menyewa mobil) karena letak pantai ini ada di dalam pedesaan yang jarang dilalui angkutan umum. Selain itu, jalannya lumayan berbelok-belok untuk sampai ke sana. Jadi untuk yang suka mabuk perjalanan, disarankan untuk selalu membawa minyak kayu putih, atau minum antimo sebelum berangkat. Tiket untuk masuk ke pantai ini sekitar lima sampai sepuluh ribu rupiah. Hitung-hitung membantu masyarakat sekitar untuk mengembangkan wisata pantai Wediombo ini.
Saat ke sana, cuaca sedang terik-teriknya. Sebenarnya saya dan sepupu saya berniat untuk foto di kolam renang alami yang terbentuk dari air-air laut yang menabrak batu karang yang mengelilingi pantai ini karena foto-foto yang bertebaran di internet tidaklah seindah yang saya bayangkan.
![]() |
Kolam renang alami yang jadi tujuan pelancong |
Karena ternyata, waktu yang bagus untuk berfoto di pantai ini adalah pagi hari menjelang matahari terbit, atau sore hari menjelang matahari terbenam. Yasudahlah, biarpun begitu, kita tetap harus foto-foto! Dibandingkan, pantai Baron atau Indriyanti, pantai Wediombo ini masih termasuk sepi pengunjung. Jadi akan worth it sekali jika kalian mengunjunginya diwaktu-waktu yang saya sebutkan sebelumya.
Setelah puas foto-foto, kita langsung menuju ke destinasi berikutnya. Karena saat itu ombak lagi tinggi-tingginya, jadi kita gak berani main air. Kebetulan, sebelum sampai di Pantai Wediombo ini, kita melewati satu pantai yaitu pantai Siung. Jadi sepanjang area ini, banyak pantai-pantai yang belum terjamah yang masih dalam tahap berkembang yang dikembangkan oleh masyarakat sekitarnya. Jadi jangan ngeluh, kalau memang diminta tiket sebagai biaya untuk membantu berkembangnya objek-objek wisata ini.
Bejarak, sekitar sepuluh menit perjalanan dari Pantai Wediombo, akhirnya kita sampai di Pantai Siung. Dikenakan biaya masuk juga yang berkisar antara 5-10 ribu rupiah untuk bisa menikmati pemandangan di pantai Siung ini. Pantai Siung ini adalah kebalikan dari Pantai Wediombo. Jika di pantai Wediombo, deruan ombak sangat terasa, Pantai Siung ini adalah pantai yang amat sangat tenang. Airnya jernih dan tenang dan sama sekali gak ada ombak. Jadi pengunjung bisa berenang bahkan sampai ke tengah pantai. Pantai ini juga dikelilingi batu-batu karang besar, sekilas seperti pantai yang ada di Belitung. Area ini adalah spot foto favorit para pengunjung termasuk saya!
![]() |
Siung Beach |
![]() |
Aliran air laut yang menggenangi area batu karang |
![]() |
Cous and I |
Area pantainya memang tak seluas Pantai Wediombo, tapi tempat ini tenang dan gak terlalu banyak pengunjung. Cukup menghibur hati saya yang sempet kecewa karena gak sempat berfoto di kolam renang alaminya Pantai Wediombo.
Jadi itulah, jalan-jalan singkat saya di Jogja tahun ini. Semoga di tahun depan bisa kembali ke sini atau mengunjungi tempat-tempat keren lainnya! Aamiin~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar